Sabtu, 17 Maret 2012

DOA

Sulit menjabarkan apa yang aku inginkan, diam dalam kehampaan seolah hidup seorang diri
Pasrah akan takdir yg kadang memang sering tak adil
Harus apa akupun jengah
Kadang harus melampaui batas kesabaran
Berteriak pun tak mampu, apakah asa ini terlalu tinggi tuhan?
Katakan apa yg pantas untukku melalui kehendakmu, katakan kenapa dan dimana pantasnya itu untukku
Aku lelah bertanya-tanya
Tanpa jawaban tersirat sedikitpun

IBUNDA

Pahit getir kau telan sendirian, hanya untuk menciptakan bahagia dihatiku
Entah dimana adilnya itu tapi aku tak pernah sadar
Kau rengkuh aku saat ku lelah tak berdaya, namun justru kulupai mu saat aku sehat dan bertenaga
Mencari kesenanganku sendiri, padahal saat itu juga kau tukar kegembiraanmu untuk berjuta gelak tawa di bibirku
Bunda.... mengapa aku baru membuka mata saat kau menutup nya
Mengapa aku tersadar justru ketika kau telah tiada
Mengapa aku tak sempat membalas satu dari berjuta indahnya masa remajaku yang kau ciptakan untukku
Bunda..... Mengapa hanya kata mengapa yg kini mampu aku tuai bundaaaaaaa
Aku menyesaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaal....................

GEJOLAK LARA

Saat lidah tak mampu menuai kata
Hanya mata yg mampu berbicara
Seraya menyaksikan tanda cinta yg sia-sia
Lara .... merana .... ketika aku hanya dapat menjadi saksi bisu
Saksi saat ketulusan ku luruh bersama penghianat tak terampuni
Ketika hati harus merelakan kebahagiaan terbesar ku pergi
Memang miris sesungguhnya
Dimana disaat aku memulai menata serpihan ini
 diwaktu yang sama dia mengawali kebahagiaannya yang lain   

PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG EKONOMI

UUD PERSEROAN TERBATAS

HUKUM PERSEROAN TERBATAS
 (Berdasar UU Nomor 40 Th 2007 tentang Perseroan Terbatas)
1.      DASAR HUKUM
Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efektif berlaku sejak tanggal 16 Agustus 2007. Sebelum UUPT 2007, berlaku UUPT No. 1 Th 1995 yg diberlakukan sejak 7 Maret 1996 (satu tahun setelah diundangkan) s.d. 15 Agt 2007, UUPT th 1995 tsb sebagai pengganti ketentuan ttg perseroan terbatas yang diatur dalam KUHD Pasal 36 sampai dengan Pasal 56, dan segala perubahannya (terakhir dengan UU No. 4 Tahun 1971 yang mengubah sistem hak suara para pemegang saham yang diatur dalam Pasal 54 KUHD dan Ordonansi Perseroan Indonesia atas saham -Ordonantie op de Indonesische Maatschappij op Aandeelen (IMA)- diundangkan dalam Staatsblad 1939 No. 569 jo 717.
Istilah Perseroan Terbatas (PT) dulunya dikenal dengan istilah Naamloze Vennootschap (NV). Istilah lainnya Corporate Limited (Co. Ltd.), Serikat Dagang Benhard (SDN BHD).
Pengertian Perseroan Terbatas terdiri dari dua kata, yakni “perseroan” dan “terbatas”. Perseroan merujuk kepada modal PT yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham. Adapun kata terbatas merujuk kepada pemegang yang luasnya hanya sebatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya.
Berdasar Pasal 1 UUPT No. 40/2007 pengertian Perseroan Terbatas (Perseroan) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

UNSUR-UNSUR PT
Berdasarkan pengertian tersebut maka untuk dpt disebut sbg perusahaan PT menurut UUPT harus memenuhi unsur-unsur:
1. Berbentuk badan hukum, yg m
erupakan persekutuan modal;
2.      Didirikan atas dasar perjanjian;
3.      Melakukan kegiatan usaha;
4.       Modalnya terbagi saham-saham;
5.       Memenuhi persyaratan yang ditetapkan dlm UUPT serta perat. Pelaksanaannya.

PERSYARATAN MATERIAL MENDIRIKAN PT

   Untuk mendirikan suatu perseroan harus memenuhi persyaratan material antara lain:
1. perjanjian antara dua orang atau lebih;
2. dibuat dengan akta autentik
3. modal dasar perseroan
4. pengambilan saham saat perseroan didirikan

PROSEDUR PENDIRIAN PT

  Persiapan, antara lain:  
1. kesepakatan-kesepakatan/perjanjian antara para pendiri (minimal 2 org atau lebih) utk dituangkan dalam akta notaris à akta pendirian.
2.   Pembuatan Akta Pendirian, yg memuat AD dan Keterangan lain berkaitan dg pendirian Perseroan, dilakukan di muka Notaris.
3.   Pengajuan permohonan (melalui Jasa TI & didahului dg pengajuan nama perseroan) Pengesahan oleh Menteri Hukum dan HAM (jika dikuasakan pengajuan hanya dpt dilakukan oleh Notaris)à diajukan paling lambat 60 hari sejak tgl akta pendirian ditanda-tangani, dilengkapi ket dg dokumen pendukung. Jika lengkap Menteri langsung menyatakan tdk keberatan atas permohonan ybs secara elektronik. Paling lambat 30 hari sejak pernyataan tdk keberatan, ybs wajib menyampaikan scr fisik srt permohonan yg dilampiri dokumen pendukung, 14 hari kmd Menteri menerbitkan keputusan pengesahan BH Perseroan yg ditanda-tangani scr elektronik.
4. Daftar Perseroan (diselenggarakan oleh Menteri, dilakukan bersamaan dg tgl Kepmen mengenahi Pengesahan BH Perseroan, persetujuan atas perubahan AD yg memerlukan Persetujuan; penerimaan pemberitahuan perub AD yg tdk memerlukan persetujuan; atau penerimaan pepberitahuan perub data perseroan yg bukan mrpk perub AD). Daftar perseroan terbuka utk umum.
5. Pengumuman dalam Tambahan Berita Negara  RI (pengumuman dalam TBNRI diselenggarakan oleh Menteri, antara lain: akta pendirian perseroan beserta Kepmen ttg Pengesahan BH Perseroan; akta perubahan AD beserta Kepmen sbgmana dimaksud Psl 21 ayat (1); Akta perubahan AD yg telah diterima pemberitahuanya oleh menteri).






UUD PERSAINGAN SEHAT
II. LATAR BELAKANG:
Latar belakang diundangkannya Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara RI No. 33 Tahun 1999) adalah karena sebelum UU tersebut diundangkan muncul iklim persaingan usaha yang tidak sehat di Indonesia, yaitu adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu, baik itu dalam bentuk monopoli maupun bentuk-bentuk persaingan usaha tidak sehat lainnya. Pemusatan kekuatan ekonomi pada kelompok pengusaha tertentu terutama yang dekat dengan kekuasaan, telah menyebabkan ketahanan ekonomi Indonesia menjadi rapuh karena bersandarkan pada kelompok pengusaha-pengusaha yang tidak efisien, tidak mampu berkompetisi, dan tidak memiliki jiwa wirausaha untuk membantu mengangkat perekonomian Indonesia.2
UU No. 5/1999 ini diundangkan setelah Indonesia mengalami krisis ekonomi di tahun 1997-1998 yang meruntuhkan nilai rupiah dan membangkrutkan negara serta hampir semua pelaku ekonomi. Undang-undang ini juga merupakan salah satu bentuk reformasi ekonomi yang disyaratkan oleh International Monetary Fund untuk bersedia membantu Indonesia keluar dari krisis ekonomi.3 Undang-undang ini berlaku efektif pada tanggal 5 Maret 2000. Untuk mengawasi dan menerapkan Undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas Pengawas Persaingan Usaha atau disingkat KPPU (berdasar pasal 30 UU No. 5/1995)
Secara umum, isi UU No. 5/1999 telah merangkum ketentuan-ketentuan yang umum ditemukan dalam undang-undang antimonopoli dan persaingan tidak sehat yang ada di negara-negara maju, antara lain adanya ketentuan tentang jenis-jenis perjanjian dan kegiatan yang dilarang undang-undang, penyalahgunaan posisi dominan pelaku usaha, kegiatan-kegiatan apa yang tidak dianggap melanggar undang-undang, serta perkecualian atas monopoli yang dilakukan negara.
Sejauh ini KPPU telah sering menjatuhkan keputusan kepada para pelaku usaha di Indonesia yang melakukan perjanjian-perjanjian atau kegiatan-kegiatan yang dikategorikan terlarang oleh UU No. 5/19994 serta yang menyalahgunakan posisi dominan mereka.5
Akan tetapi, sejauh ini KPPU belum pernah memberi keputusan yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan usaha yang dikecualikan dari ketentuan UU No. 5/1999, padahal terdapat sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan dari aturan UU No. 5/1999 (sebagaimana diatur di pasal 50 dan 51 UU No.5/19996). Sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan tersebut berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya karena dimungkinkan munculnya penafsiran yang berbeda-beda antara pelaku usaha dan KPPU tentang bagaimana seharusnya melaksanakan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut tanpa melanggar UU No. 5/1999. Bisa jadi suatu perjanjian atau suatu kegiatan usaha dianggap masuk dalam kategori pasal 50 UU No. 5/1999 oleh pelaku usaha, tetapi justru dianggap melanggar undang-undang oleh KPPU. Oleh karena itu, perlu adanya ketentuan lanjutan yang lebih detil mengatur pelaksanaan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut demi menghindarkan salah tafsir dan memberikan kepastian hukum baik bagi pengusaha maupun bagi KPPU. Sebagaimana dapat dibaca di pasal 50 dan 51, aturan tentang sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut masing-masingnya diatur dengan sangat singkat, dalam satu kalimat saja.
Salah satu kegiatan/perjanjian usaha yang tidak dikategorikan melanggar UU No. 5/1999 adalah “perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri” (pasal 50 huruf g UU No. 5/1999). Ketentuan ini sangat sumir, terlalu singkat, yang dapat menimbulkan perbedaan penafsiran dan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaannya.
Artikel ini bertujuan untuk menemukan batasan hukum dalam mendefisinikan perjanjian dan perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan pasokan pasar dalam negeri. Dengan itu penulis berharap dapat membantu KPPU dalam menyusun pedoman pelaksanaan yang lebih jelas dan rinci bagi pelaku usaha di Indonesia yang ingin memanfaatkan ketentuan pasal 50 huruf g. Pedoman yang jelas dan rinci tersebut juga sangat dibutuhkan oleh pelaku usaha atau eksportir Indonesia untuk menghindari ketidakpastian hukum.
Untuk mencapai tujuan di atas, penulis melakukan penelitian kepustakaan baik atas bahan hukum primer (UU No. 5/1999 dan undang-undang persaingan sehat dari beberapa negara lain) serta atas bahan hukum sekunder (artikel-artikel hukum dari jurnal Indonesia dan asing).
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh penulis, maka pembahasan dalam artikel ini difokuskan kepada tiga hal, yaitu:
A. Pengertian umum perjanjian dan perbuatan ekspor yang tidak melanggar undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat.
B. Pelaksanaan ketentuan perjanjian dan perbuatan ekspor yang dikecualikan dan tidak melanggar undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat di dunia
C. Pengaturan ketentuan pengecualian terhadap perbuatan dan perjanjian ekspor dalam kesepakatan internasional yang dikelola WTO (World Trade Organisation)
Dikarenakan tidak adanya rujukan atau pengalaman di Indonesia yang dapat memberikan gambaran atas pelaksanaan perjanjian atau perbuatan ekspor yang tidak melanggar undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat, maka penulis harus merujuk pada pengalaman hukum di negara-negara lain dalam melaksanakan ketentuan serupa. Dari pengalaman hukum di negara-negara lain, terutama negara-negara yang telah menjalankan undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat dalam waktu yang lama, maka diharapkan penulis dapat melakukan pembahasan atas ketiga hal di atas, dan selanjutnya dapat menarik kesimpulan untuk menentukan batasan-batasan dalam pelaksanaan pasal 50 huruf g UU No. 5/1999 di Indonesia.
Pengalaman negara-negara lain dalam menerapkan aturan antimonopoli dan persaingan sehat dapat digunakan sebagai rujukan di Indonesia karena hampir semua undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat di dunia memiliki karakteristik dan tujuan akhir yang sama, yaitu untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat demi keuntungan konsumen dan pembangunan ekonomi dalam negerinya
1 Afifah Kusumadara adalah dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
Pendapat dan opini yang ditulis di artikel ini adalah dari penulis dan tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat dan opini KPPU.
2 Lihat Penjelasan Umum atas UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
3 Lihat Letter of Intent and Memorandum of Economic and Financial Policies yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia kepada IMF tanggal 11 September 1998. http://www.imf.org/external/np/loi/091198.htm. Diakses pada 27 Juli 2007.
4 Perjanjian yang dilarang oleh UU No. 5/1999 adalah: oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, intregasi vertikal, dan perjanjian tertutup. Sedang kegiatan yang dilarang oleh UU No. 5/1999 adalah: monopoli, monopsoni, penguasaan pasar dan persengkokolan.
5 Lihat situs KPPU di http://www.kppu.go.id
6 Pasal 50
Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah:
a. perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundangundangan yang berlaku; atau
b. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau
c. perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan; atau
d. perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan; atau
e. perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas; atau
f. perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia; atau
g. perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri; atau
h. pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil; atau
i. kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
Pasal 51
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha
Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
















UU TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Pengertian dalam undang-undang :
1.     Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
2.     Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3.     Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
4.     Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
5.     Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
6.     Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
7.     Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka.
8.     Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.
9.     Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
10.Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
11.Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
12.Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
13.Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.
14.Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
15.Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
16.Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.
17.Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
18.Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
19.Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.
20.Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
21.Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.
22.Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
23.Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.
Penyusunan UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Transaksi Elektronik.
Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.

UNDANG UNDANG TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA
·         PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilaksanakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebagai landasan hukum pengelolaan keuangan negara tersebut, pada tanggal 5 April 2003 telah diundangkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 ini menjabarkan lebih lanjut aturan-aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ke dalam asas-asas umum pengelolaan keuangan negara. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dalam rangka pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Negara yang ditetapkan dalam APBN dan APBD, perlu ditetapkan kaidah-kaidah hukum administrasi keuangan negara. Sampai dengan saat ini, kaidah-kaidah tersebut masih didasarkan pada ketentuan dalam Undang-undang Perbendaharaan Indonesia/Indische Comptabiliteitswet (ICW) Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2860) Undang-undang Perbendaharaan Indonesia tersebut tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan tuntutan perkembangan demokrasi, ekonomi, dan teknologi. Oleh karena itu, Undang- undang tersebut perlu diganti dengan undang-undang baru yang mengatur kembali ketentuan di bidang perbendaharaan negara, sesuai dengan tuntutan perkembangan demokrasi, ekonomi, dan teknologi modern. 2. Pengertian, Ruang Lingkup, dan Asas Umum Perbendaharaan Negara Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum di bidang administrasi keuangan negara. Dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini ditetapkan bahwa Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Sesuai dengan pengertian tersebut, dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini diatur ruang lingkup dan asas umum perbendaharaan negara, kewenangan pejabat perbendaharaan
·         2. Pelaksanaan pendapatan dan belanja negara/daerah, pengelolaan uang negara/daerah, pengelolaan piutang dan utang negara/daerah, pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah, penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBD, pengendalian intern pemerintah, penyelesaian kerugian negara/daerah, serta pengelolaan keuangan badan layanan umum. Sesuai dengan kaidah-kaidah yang baik dalam pengelolaan keuangan negara, Undang- undang Perbendaharaan Negara ini menganut asas kesatuan, asas universalitas, asas tahunan, dan asas spesialitas. Asas kesatuan menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran. Asas universalitas mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran. Asas tahunan membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu. Asas spesialitas mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya. Demikian pula Undang-undang Perbendaharaan Negara ini memuat ketentuan yang mendorong profesionalitas, serta menjamin keterbukaan dan akuntabilitas dalam pelaksanaan anggaran. Ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini dimaksudkan pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, kepada daerah telah diberikan kewenangan yang luas, demikian pula dana yang diperlukan untuk menyelenggarakan kewenangan itu. Agar kewenangan dan dana tersebut dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah, diperlukan kaidah-kaidah sebagai rambu- rambu dalam pengelolaan keuangan daerah. Oleh karena itu Undang-undang Perbendaharaan Negara ini selain menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan reformasi pengelolaan Keuangan Negara pada tingkat pemerintahan pusat, berfungsi pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Pejabat Perbendaharaan Negara Sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakikatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakikatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Sesuai dengan prinsip tersebut Kementerian Keuangan berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional, sementara kementerian negara/lembaga berwenang dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Konsekuensi pembagian tugas antara Menteri Keuangan dan para menteri lainnya tercermin dalam pelaksanaan anggaran. Untuk meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling-uji (check and balance) dalam proses pelaksanaan anggaran perlu dilakukan pemisahan secara tegas antara pemegang kewenangan administratif dengan pemegang kewenangan kebendaharaan. Penyelenggaraan kewenangan administratif diserahkan kepada kementerian negara/lembaga, sementara penyeleng-garaan kewenangan
·         3. Kebendaharaan diserahkan kepada Kementerian Keuangan. Kewenangan administratif tersebut meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran. Di lain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan, dan manajer keuangan. Fungsi pengawasan keuangan di sini terbatas pada aspek rechmatigheid dan wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang dilakukan oleh kementerian teknis atau post-audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional. Dengan demikian, dapat dijalankan salah satu prinsip pengendalian intern yang sangat penting dalam proses pelaksanaan anggaran, yaitu adanya pemisahan yang tegas antara pemegang kewenangan administratif (ordonnateur) dan pemegang fungsi pembayaran (comptable). Penerapan pola pemisahan kewenangan tersebut, yang merupakan salah satu kaidah yang baik dalam pengelolaan keuangan negara, telah mengalami ”deformasi” sehingga menjadi kurang efektif untuk mencegah dan/atau meminimalkan terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara. Oleh karena itu, penerapan pola pemisahan tersebut harus dilakukan secara konsisten. 4. Penerapan kaidah pengelolaan keuangan yang sehat di lingkungan pemerintahan Sejalan dengan perkembangan kebutuhan pengelolaan keuangan negara, dirasakan pula semakin pentingnya fungsi perbendaharaan dalam rangka pengelolaan sumber daya keuangan pemerintah yang terbatas secara efisien. Fungsi perbendaharaan tersebut meliputi, terutama, perencanaan kas yang baik, pencegahan agar jangan sampai terjadi kebocoran dan penyimpangan, pencarian sumber pembiayaan yang paling murah dan pemanfaatan dana yang menganggur (idle cash) untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan. Upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang selama ini lebih banyak dilaksanakan di dunia usaha dalam pengelolaan keuangan pemerintah, tidaklah dimaksudkan untuk menyamakan pengelolaan keuangan sektor pemerintah dengan pengelolaan keuangan sektor swasta. Pada hakikatnya, negara adalah suatu lembaga politik. Dalam kedudukannya yang demikian, negara tunduk pada tatanan hukum publik. Melalui kegiatan berbagai lembaga pemerintah, negara berusaha memberikan jaminan kesejahteraan kepada rakyat (welfare state). Namun, pengelolaan keuangan sektor publik yang dilakukan selama ini dengan menggunakan pendekatan superioritas negara telah membuat aparatur pemerintah yang bergerak dalam kegiatan pengelolaan keuangan sektor publik tidak lagi dianggap berada dalam kelompok profesi manajemen oleh para profesional. Oleh karena itu, perlu dilakukan pelurusan kembali
·         4. Pengelolaan keuangan pemerintah dengan menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance) yang sesuai dengan lingkungan pemerintahan. Dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini juga diatur prinsip-prinsip yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan kas, perencanaan penerimaan dan pengeluaran, pengelolaan utang piutang dan investasi serta barang milik negara/daerah yang selama ini belum mendapat perhatian yang memadai. Dalam rangka pengelolaan uang negara/daerah, dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini ditegaskan kewenangan Menteri Keuangan untuk mengatur dan menyelenggarakan rekening pemerintah, menyimpan uang negara dalam rekening kas umum negara pada bank sentral, serta ketentuan yang mengharuskan dilakukannya optimalisasi pemanfaatan dana pemerintah. Untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan piutang negara/daerah, diatur kewenangan penyelesaian piutang negara dan daerah. Sementara itu, dalam rangka pelaksanaan pembiayaan ditetapkan pejabat yang diberi kuasa untuk mengadakan utang negara/daerah. Demikian pula, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini diatur pula ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan investasi serta kewenangan mengelola dan menggunakan barang milik negara/daerah. 5. Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara, laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah perlu disampaikan secara tepat waktu dan disusun mengikuti standar akuntansi pemerintahan. Sehubungan dengan itu, perlu ditetapkan ketentuan yang mengatur mengenai hal-hal tersebut agar: l Laporan keuangan pemerintah dihasilkan melalui proses akuntansi; l Laporan keuangan pemerintah disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan pemerintahan, yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Laporan Arus Kas disertai dengan catatan atas laporan keuangan; l Laporan keuangan disajikan sebagai wujud pertanggungjawaban setiap entitas pelaporan yang meliputi laporan keuangan pemerintah pusat, laporan keuangan kementerian negara/lembaga, dan laporan keuangan pemerintah daerah; l Laporan keuangan pemerintah pusat/daerah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran yang bersangkutan berakhir; l Laporan keuangan pemerintah diaudit oleh lembaga pemeriksa ekstern yang independen dan profesional sebelum disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat; l Laporan keuangan pemerintah dapat menghasilkan statistik keuangan yang mengacu kepada manual Statistik Keuangan Pemerintah (Government Finance Statistics/GFS) sehingga dapat memenuhi kebutuhan analisis kebijakan dan kondisi fiskal, pengelolaan dan analisis perbandingan antarnegara (cross country studies), kegiatan pemerintahan, dan penyajian statistik keuangan pemerintah.
·         5.Pada saat ini laporan keuangan pemerintah dirasakan masih kurang transparan dan akuntabel karena belum sepenuhnya disusun mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang sejalan dengan standar akuntansi sektor publik yang diterima secara internasional. Standar akuntansi pemerintahan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 32 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menjadi acuan bagi Pemerintah Pusat dan seluruh Pemerintah Daerah di dalam menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan. Standar akuntansi pemerintahan ditetapkan dalam suatu peraturan pemerintah dan disusun oleh suatu Komite Standar Akuntansi Pemerintahan yang independen yang terdiri dari para profesional. Agar komite dimaksud terjamin independensinya, komite harus dibentuk dengan suatu keputusan Presiden dan harus bekerja berdasarkan suatu due process. Selain itu, usul standar yang disusun oleh komite perlu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan. Bahan pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan digunakan sebagai dasar untuk penyempurnaan. Hasil penyempurnaan tersebut diberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan, dan selanjutnya usul standar yang telah disempurnakan tersebut diajukan oleh Menteri Keuangan untuk ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Agar informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas, perlu diselenggarakan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SAP) yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga. Selain itu, perlu pula diatur agar laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah dapat disampaikan tepat waktu kepada DPR/DPRD. Mengingat bahwa laporan keuangan pemerintah terlebih dahulu harus diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelum disampaikan kepada DPR/DPRD, BPK memegang peran yang sangat penting dalam upaya percepatan penyampaian laporan keuangan pemerintah tersebut kepada DPR/DPRD. Hal tersebut sejalan dengan penjelasan Pasal 30 dan Pasal 31 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menetapkan bahwa audit atas Laporan Keuangan Pemerintah harus diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah Laporan Keuangan tersebut diterima oleh BPK dari Pemerintah. Selama ini, menurut Pasal 70 ICW, BPK diberikan batas waktu 4 (empat) bulan untuk menyelesaikan tugas tersebut. 6. Penyelesaian Kerugian Negara Untuk menghindari terjadinya kerugian keuangan negara/daerah akibat tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang, dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini diatur ketentuan mengenai penyelesaian kerugian negara/daerah. Oleh karena itu, dalam Undang- undang Perbendaharaan Negara ini ditegaskan bahwa setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus diganti oleh pihak yang bersalah. Dengan penyelesaian kerugian tersebut negara/daerah dapat dipulihkan dari kerugian yang telah terjadi. Sehubungan dengan itu, setiap pimpinan kementerian negara/ lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah wajib segera melakukan tuntutan ganti rugi setelah mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan terjadi kerugian. Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sedangkan pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai
·         6. RGS Mitra 6 of 18 negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana apabila terbukti melakukan pelanggaran administratif dan/atau pidana. 7. Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dapat dibentuk Badan Layanan Umum yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kekayaan Badan Layanan Umum merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan Badan Layanan Umum yang bersangkutan. Berkenaan dengan itu, rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Badan Layanan Umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah. Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum dilakukan oleh Menteri Keuangan, sedangkan pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Program Pemerintah Pusat dimaksud diusulkan di dalam Rancangan Undang-undang tentang APBN serta disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara dengan berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara. Ayat (5) Program Pemerintah Daerah dimaksud diusulkan di dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD serta disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan daerah dengan berpedoman
·         7. RGS Mitra 7 of 18 kepada rencana kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara. Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Denda dan/atau bunga dimaksud dapat dikenakan kepada kedua belah pihak. Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Gubernur/bupati/walikota menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran, Bendahara Penerimaan dan/atau Bendahara Pengeluaran berdasarkan usulan Pengguna Anggaran yang bersangkutan. Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Dalam rangka pengelolaan kas, investasi yang dimaksud adalah pembelian Surat Utang Negara. Huruf i Cukup jelas Huruf j Cukup jelas Huruf k Cukup jelas
·         8. RGS Mitra 8 of 18 Huruf l Cukup jelas Huruf m Cukup jelas Huruf n Cukup jelas Huruf o Cukup jelas Huruf p Cukup jelas Huruf q Cukup jelas Huruf r Cukup jelas Huruf s Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas
·         9. Dalam rangka pengelolaan kas, investasi yang dimaksud adalah pembelian Surat Utang NegaraTugas kebendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi kegiatan menerima, menyimpan, menyetor/membayar/ menyerahkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan penerimaan/pengeluaran uang dan surat berharga yang berada dalam pengelolaannya. Persyaratan pengangkatan dan pembinaan karier bendahara diatur oleh Bendahara Umum Negara selaku Pembina Nasional Jabatan Fungsional Bendahara. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15
·         10. Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Uang negara dimaksud pada ayat ini adalah uang milik negara yang meliputi rupiah dan valuta asing. Ayat (4) Dalam hal tertentu, Bendahara Umum Negara dapat membuka rekening pada lembaga keuangan lainnya. Pembukaan rekening pada bank umum sebagaimana dimaksud pada ayat ini dilakukan dengan mempertimbangkan asas kesatuan kas dan asas kesatuan perbendaharaan, serta optimalisasi pengelolaan kas. Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Ayat (8) Cukup jelas Ayat (9) Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24
·         11. Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Ayat (1) Hal tertentu yang dimaksud pada ayat ini adalah keadaan belum tersedianya layanan perbankan di satu tempat yang menjamin kelancaran pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara. Badan lain yang dimaksud pada ayat ini adalah badan hukum di luar lembaga keuangan yang memiliki kompetensi dan reputasi yang baik untuk melaksanakan fungsi penerimaan dan pengeluaran negara. Kompetensi dimaksud meliputi keahlian, permodalan, jaringan, dan sarana penunjang layanan yang diperlukan. Reputasi dinilai berdasarkan perkembangan kinerja badan hukum yang bersangkutan sekurang- kurangnya 3 (tiga) tahun terakhir. Kegiatan operasional dimaksud terutama berkaitan dengan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/ lembaga. Ayat (2) Penunjukan badan lain tersebut dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang- undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mengutamakan badan hukum di luar lembaga keuangan yang sebagian besar atau seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Ayat (3) Badan lain dimaksud berkewajiban menyampaikan laporan bulanan atas pelaksanaan penerimaan dan/atau pengeluaran yang dilakukannya. Laporan dimaksud disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Ayat (1) Pembukaan rekening dapat dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran/pejabat lain yang ditunjuk. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 30 Ayat (1) Ketentuan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah peraturan pemerintah yang mengatur pengelolaan uang negara/daerah.
·         13.Ayat (2) Cukup jelas Pasal 31 Ayat (1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas kementerian negara/lembaga, kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian negara/lembaga dapat diberi persediaan uang kas untuk keperluan pembayaran yang tidak dapat dilakukan langsung oleh Kuasa Bendahara Umum Negara kepada pihak yang menyediakan barang dan/atau jasa. Sehubungan dengan itu, diperlukan pembukaan rekening untuk menyimpan uang persediaan tersebut sebelum dibayarkan kepada yang berhak. Tata cara pembukaan rekening dimaksud, serta penggunaan dan mekanisme pertanggungjawaban uang persediaan tersebut ditetapkan oleh Bendahara Umum Negara sesuai dengan peraturan pemerintah mengenai pengelolaan uang negara. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 32 Ayat (1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas satuan kerja perangkat daerah, satuan kerja yang bersangkutan dapat diberi persediaan uang kas untuk keperluan pembayaran yang tidak dapat dilakukan langsung oleh Bendahara Umum Daerah kepada pihak yang menyediakan barang dan/atau jasa. Sehubungan dengan itu, diperlukan pembukaan rekening untuk menyimpan uang persediaan tersebut sebelum dibayarkan kepada yang berhak. Tata cara pembukaan rekening dimaksud, serta penggunaan dan mekanisme pertanggungjawaban uang persediaan tersebut ditetapkan oleh Bendahara Umum Negara sesuai dengan peraturan pemerintah mengenai pengelolaan uang daerah. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Yang dimaksud dengan piutang negara/daerah jenis tertentu antara lain piutang pajak dan piutang yang diatur dalam undang-undang tersendiri. Pasal 36 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan bagian piutang yang tidak disepakati adalah selisih antara jumlah tagihan piutang menurut pemerintah dengan jumlah kewajiban yang diakui oleh debitur. Ayat (3)
·         13. Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas Pasal 39 Cukup jelas Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Kedaluwarsaan sebagaimana dimaksud ayat ini dihitung sejak tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 41 Cukup jelas Pasal 42 Cukup jelas Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas Pasal 46 Cukup jelas Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Cukup jelas Pasal 49 Ayat (1) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dalam menetapkan ketentuan pelaksanaan pensertifikatan tanah yang dimiliki dan dikuasai pemerintah pusat/daerah berkoordinasi dengan lembaga yang bertanggung jawab di bidang pertanahan nasional. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas
·         14. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Peraturan Pemerintah yang dimaksud pada ayat ini meliputi perencanaan kebutuhan, tata cara penggunaan, pemanfaatan, pemeliharaan, penatausahaan, penilaian, penghapusan, dan pemindahtanganan. Pasal 50 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Barang milik pihak ketiga yang dikuasai dimaksud adalah barang yang secara fisik dikuasai atau digunakan atau dimanfaatkan oleh pemerintah berdasarkan hubungan hukum yang dibuat antara pemerintah dan pihak ketiga. Pasal 51 Ayat (1) Aset yang dimaksud pada ayat ini adalah sumber daya, yang antara lain meliputi uang, tagihan, investasi, dan barang, yang dapat diukur dalam satuan uang, serta dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah dan diharapkan memberi manfaat ekonomi/sosial di masa depan. Ekuitas dana yang dimaksud pada ayat ini adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara nilai seluruh aset dan nilai seluruh kewajiban atau utang pemerintah. Ayat (2) dan Ayat (3) Tiap-tiap kementerian negara/lembaga merupakan entitas pelaporan yang tidak hanya wajib menyelenggarakan akuntansi, tetapi juga wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Pasal 52 Peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah Undang-undang tentang kearsipan. Pasal 53 Cukup jelas
·         15. Pasal 54 Cukup jelas Pasal 55 Cukup jelas Pasal 56 Cukup jelas Pasal 57 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Dalam penyusunan standar akuntansi pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat ini, Komite Standar Akuntansi Pemerintahan menetapkan proses penyiapan standar dan meminta pertimbangan mengenai substansi standar kepada Badan Pemeriksa Keuangan. Proses penyiapan standar dimaksud mencakup langkah-langkah yang perlu ditempuh secara cermat (due process) agar dihasilkan standar yang objektif dan bermutu. Terhadap pertimbangan yang diterima dari Badan Pemeriksa Keuangan, Komite Standar Akuntansi Pemerintahan memberikan tanggapan, penjelasan, dan/atau melakukan penyesuaian sebelum standar akuntansi pemerintahan ditetapkan menjadi peraturan pemerintah. Ayat (3) Keanggotaan Komite Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat ini berasal dari profesional di bidang akuntansi dan berjumlah sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang yang ketua dan wakil ketuanya dipilih dari dan oleh anggota. Pasal 58 Ayat (1) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menyelenggarakan sistem pengendalian intern di bidang perbendaharaan. Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyelenggarakan sistem pengendalian intern di bidang pemerintahan masing-masing. Gubernur/bupati/walikota mengatur lebih lanjut dan meyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintah daerah yang dipimpinnya. Ayat (2) Sistem pengendalian intern yang akan dituangkan dalam peraturan pemerintah dimaksud dikonsultasikan dengan Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 59 Ayat (1) Kerugian negara dapat terjadi karena pelanggaran hukum atau kelalaian pejabat negara atau pegawai negeri bukan bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan administratif atau oleh bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan kebendaharaan. Ganti rugi sebagaimana dimaksud didasarkan pada ketentuan Pasal 35 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
·         16.Penyelesaian kerugian negara perlu segera dilakukan untuk mengembalikan kekayaan negara yang hilang atau berkurang serta meningkatkan disiplin dan tanggung jawab para pegawai negeri/pejabat negara pada umumnya, dan para pengelola keuangan pada khususnya. Ayat (2) Pejabat lain sebagaimana dimaksud meliputi pejabat negara dan pejabat penyelenggara pemerintahan yang tidak berstatus pejabat negara, tidak termasuk bendahara dan pegawai negeri bukan bendahara. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 60 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Surat keputusan dimaksud pada ayat ini mempunyai kekuatan hukum untuk pelaksanaan sita jaminan (conservatoir beslaag). Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian negara adalah menteri/pimpinan lembaga, surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara dimaksud diterbitkan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian negara adalah Menteri Keuangan, surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara dimaksud diterbitkan oleh Presiden. Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian negara adalah pimpinan lembaga negara, surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara dimaksud diterbitkan oleh Presiden. Pasal 61 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Surat keputusan dimaksud pada ayat ini mempunyai kekuatan hukum untuk pelaksanaan sita jaminan (conservatoir beslaag). Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian daerah adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah, surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara dimaksud diterbitkan oleh Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah. Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian daerah adalah Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah, surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara dimaksud diterbitkan oleh gubernur/bupati/walikota. Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian daerah adalah pimpinan lembaga pemerintahan
·         17. Surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara dimaksud diterbitkan oleh Presiden. Pasal 62 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan menindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut beserta bukti-buktinya kepada instansi yang berwenang. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 63 Cukup jelas Pasal 64 Cukup jelas Pasal 65 Cukup jelas Pasal 66 Cukup jelas Pasal 67 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Pengenaan ganti kerugian negara terhadap pengelola perusahaan umum dan perusahaan perseroan yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sepanjang tidak diatur dalam undang-undang tersendiri. Pasal 68 Cukup jelas Pasal 69 Cukup jelas Pasal 70 Pelaksanaan secara bertahap dimaksud disesuaikan dengan kondisi perbankan dan kesiapan sarana dan prasarana pendukung. Pasal 71 Cukup jelas Pasal 72 Cukup jelas Pasal 73 Cukup jelas Pasal 74 Cukup jelas
·         18. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4355