Pelanggaran etika
bisnis di era globalisasi ini merupakan hal yang wajar dan biasa saja.Besarnya
perusahaan dan pangsapasar, tidak menutup kemungkinan terjadinya
pelanggaran-pelanggaran etika berbisnis sekalipun telah diawali dengan ketatnya
peraturan.Banyak pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh para pembisnis
yang tidak bertanggungjawab.Hal ini membuktikan terjadinya persaingan bisnis
yang tidak sehat dengan tujuan untuk menguasai pangsapasar dan mencari
keuntungan yang sebesar-besarnya demi kemajuan perusahaan tanpa memperdulikan
etika berbisnis.Dengan demikian, untuk mewujudkan bisnis yang sehat, maka etika
dan norma bisnis harus dijalankan tanpa harus menghalalkan segala cara bahkan
mengorbankan lawan bisnis.
Etika adalah ilmu
tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Etika
tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia
harus bertindak.Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma.
Analisis Arti Etika
Untuk menganalisis arti etika, dapat dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu:
1.
Etika sebagai Praktis
Nilai-nilai dan norma-norma sejauh ini dipraktek kan
atau justru tidak dipraktekkan walaupun seharusnya dipraktekkan. Apa yang
dilakukan sejauh ini sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral.
2.
Etika sebagai Refleksi
Berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambil
praksisetis sebagai objeknya. Menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku
orang. Dapat dijalan kan pada taraf popular maupun ilmiah.
Bisnis merupakan suatu aktivitas usaha individu yang
terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan
keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.Secara umum kegiatan ini ada
dalam masyarakat dan ada dalam industry.
Dari pengertian
diatas, maka Etika bisnis dapat disimpulkan yaitu studi yang dikhususkan
nmengenai moral yang benar dan salah.Studi ini berkonsentrasi pada standar
moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis
(Velasquez, 2005). Etika bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh
karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk
melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur,
transparan, dan sikap yang professional.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan antara lain adalah :
1. Pengendalian diri
2. Pengembangan tanggungjawab social
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah
untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi
dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat.
5. Mampu menyatakan yang benar itu benar.
6. Menumbuhkan sikap saling percaya antara
golongan pengusaha kuat dan golongan
pengusaha ke bawah.
Ada 3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika, yaitu:
1.
Sistematik
Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis
pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai system ekonomi, politik, hokum,
dan system social lainnya.
2.
Korporasi
Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah
pertanyaan-pertanyaan yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu.Permasalahan
ini mencakup pertanyaan tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik, dan
struktur organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan.
3.
Individu
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah
pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan.Masalah ini
termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan, dan karakter
individual.
Etika Bisnis yang Baik
Prinsip-prinsip Etika Bisnis
1. Prinsip
Otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk
mengambil keputusan dan tindakan berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang
dianggapnya baik untuk dilakukan.
2. Prinsip
Kejujuran
·
Kejujuran dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak
·
Kejujuran dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga sebanding
·
Kejujuran dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
3. Prinsip
Keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang
diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan
kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggung jawabkan.
4. Prinsip
Integritas Moral
Prinsip ini dihayati sebagaituntutan internal dalam
diri pelaku bisnis atau perusahaan agar dia menjalankan bisnis dengan tetap
menjaga nama baiknya atau namabaik perusahaan.
Keadilan dalam Bisnis
1. Keadilan
Legal.
Menyangkut hubungan
antara individu atau kelompok masyarakat dengan Negara.Semua pihak dijamin
untuk mendapat pelakuan yang sama sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara
khusus dalam bidang bisnis, keadilan legal menuntut agar Negara bersikap netral
dalam memperlakukan semua pelaku ekonomi, Negara menjamin kegiatan bisnis yang
sehat dan baik dengan mengeluarkan aturan dan hukum bisnis yang berlaku secara
sama bagi semua pelaku bisnis.
2. Keadilan
Komunitatif
Keadilan ini mengatur
hubungan yang adil antara orang yang satu dan lain. Dalam dunia bisnis keadilan
ini berlaku sebagai kejadian tukar, yaitu menyangkut pertukaran yang fair
antara pihak-pihak yang terlibat.
3. Keadilan
Distributif
Distribusi ekonomi
yang merata atau dianggap adil bagi semua warga Negara.Dalam dunia bisnis
keadilan ini berkaitan dengan prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan aturan
dan ketentuan dalam perusahaan yang juga adil dan baik.
Kasus Pelanggaran Hukum yang diawali dengan
Pelanggaran Etika di tahun 2013
Siapa yang tahu
tentang kasus Akil Mochtar? Siapa dia? Ya, benar. Beliau adalah mantan Ketua
Mahkamah Konstitusi RI yang tersandung kasus korupsi. Dalam kasus ini, Akil
diduga menerima pemberian hadiah atau janji terkait penanganan sengketa pilkada
di MK. Selain itu, Akil yang juga mantan politikus Partai Golkar tersebut
ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap sengketa Pilkada Lebak dan
Gunung Mas. Dalam pengembangannya, KPK juga menjerat Akil dengan undang-undang
tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Majelis Kehormatan
Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah menjatuhkan sanksi pelanggaran etika yang
serius kepada Akil Mochtar dengan ”pemberhentian tidak dengan hormat”. Tetapi
saat MKMK dibentuk untuk melakukan pemeriksaan pelanggaran etika kepada Akil
ada kontroversi yang menyertai. Yusril Ihza Mahendra misalnya mengatakan tidak
ada gunanya pembentukan MKMK karena jika sudah menjadi tersangka seperti Akil
dengan sendirinya sudah melakukan pelanggaran etika. Ada juga yang mengatakan,
pembentukan MKMK itu hanya sikap defensif MK karena ketuanya tertangkap tangan
melakukan tindak pidana korupsi. Yang lain mengatakan, pembentukan MKMK
merupakan langkah tumpang-tindih karena Akil sudah ditangani secara hukum oleh
KPK.
Hujatan keras
masyarakat kepada Akil dan MK adalah wajar. Kasus Akil telah mencoreng bukan
hanya MK, melainkan telah mempermalukan kehormatan negara Indonesia di muka
dunia. Beberapa dubes kita di luar negeri memberitahu Moh Mahfud MD, kalau dulu
MK dipuji-puji oleh para diplomat, sekarang ini malah dicibir sinis. Tetapi,
pembentukan MKMK untuk mengadili pelanggaran etika oleh Akil sangat penting dan
bukan tumpang tindih. Ada KPK dan ada MKMK dapat terus bertindak menurut
jalurnya sendiri. Ada beberapa alasan, mengapa MKMK harus dibentuk.
Pertama, benar, jika
sudah tertangkap tangan melakukan tindak pidana, hampir pasti pelanggaran
etikanya sudah terjadi. Tetapi, untuk menentukan bahwa pelanggaran etika itu
benar-benar terjadi dan harus dijatuhi sanksi, tentu harus ada proses dan forum
resmi yang menetapkannya. MKMK-lah forum dan prosedur untuk memberi baju atau
bentuk atas kebenaran bahwa pelanggaran etika itu benar-benar terjadi seperti
yang dikatakan Yusril. Kalau tidak ada MKMK, pelanggaran etika itu hanya
menjadi wacana atau sekadar anggapan.
Kedua, tidak benar,
jika dikatakan pemeriksaan etika oleh MKMK dan pemeriksaan hukum oleh KPK itu
tumpang tindih. Produk sanksi dari keduanya, jika yang bersangkutan terbukti bersalah,
berbeda. Sanksi yang bisa dijatuhkan dalam proses hukum di KPK adalah hukuman
penjara, penyitaan harta, dan sanksi pidana lainnya. Sedangkan sanksi
pelanggaran etika yang bisa dijatuhkan oleh MKMK adalah sanksi etik, termasuk
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai hakim MK.
Ketiga, terhadap
pernyataan bahwa jika proses hukum pidananya kelak sudah terbukti bersalah,
pemberhentiannya sebagai hakim harus terjadi tanpa ada penghukuman etika dari
MKMK itu pun kurang tepat dari sudut kepentingan umum. Kalau pemberhentiannya
harus menunggu proses hukum sampai berkekuatan hukum tetap, MK sebagai lembaga
negara menjadi sangat terganggu, tidak efisien, dan kurang efektif. Untuk
sampai pada berkekuatan hukum tetap secara pidana kasus Akil ini sampai pada tingkat
kasasi di MA, kalau normal, diperkirakan perlu waktu hampir dua tahun; padahal
kekosongan hakim di MK tidak bisa dibiarkan berlangsung lama. Posisi Akil harus
segera diganti oleh hakim lain. Nah, pengisian kekosongan ini harus dilakukan
melalui pemberhentian secepatnya bagi Akil melalui MKMK.
Keempat, ada juga
yang mengatakan, MKMK tidak diperlukan karena Akil sudah menyatakan
mengundurkan diri sebagai hakim sehingga tidak perlu diberhentikan lagi oleh
MKMK. Pendapat ini pun kurang tepat. Kalau Akil diberhentikan dengan alasan
yang bersangkutan sudah mengundurkan diri berarti pemberhentiannya adalah
pemberhentian dengan hormat dan dengan hak-hak pensiun dan fasilitas lain
sebagai mantan pejabat negara. Padahal dalam kasus yang menggegerkan seperti
kasus Akil ini hampir tak mungkin kita bersetuju kalau Akil diberhentikan
dengan hormat. Moralitas dan rasa keadilan kita akan mengatakan, Akil
harus dijatuhi hukuman pelanggaran etika terberat yaitu pemberhentian tidak
dengan hormat dan bukan pemberhentian dengan hormat. Sebab itu, benar sikap MK,
pengunduran diri Akil sampai sekarang tidak diproses sampai ada keputusan MKMK.
Jika seseorang melakukan pelanggaran kemudian mengundurkan diri dan langsung
dikabulkan, nanti akan banyak orang melanggar dan segera mengundurkan diri
sebelum diadili secara etik agar bisa diberhentikan dengan hormat.
Ada alasan lain, yang
kelima, di dalam profesi-profesi lain seperti dokter, wartawan, ombudsman, dan
akuntan selalu ada pengadilan etika secara internal yang bisa menjatuhkan
sanksi lebih dulu kepada anggotanya sebelum ada putusan pengadilan jika yang
bersangkutan disangka, bahkan baru diduga, melakukan pelanggaran hukum.
Wartawan yang melakukan tindak pidana seperti pemerasan atau pemfitnahan bisa
diberhentikan lebih dulu sebelum proses hukum pidananya final. Jadi tidak ada
yang salah kalau MK membentuk MKMK yang kemudian segera memberhentikan Akil
tidak dengan hormat.
Menurut saya, saya
setuju jika akil diberhentikan tidak dengan hormat dan MKMK sangat berguna
untuk dibentuk, karena MKMK-lah forum dan prosedur untuk memberi baju atau
bentuk atas kebenaran bahwa pelanggaran etika itu benar-benar terjadi walapun
ketuanya. Kalau tidak ada MKMK, pelanggaran etika itu hanya menjadi wacana atau
sekadar anggapan. Dan mengapa lagi-lagi MKMK diperlukan karena proses hukum di
KPK hanyalah hukuman penjara, penyitaan harta, dan sanksi pidana lainnya.
Sedangkan sanksi pelanggaran etika yang bisa dijatuhkan oleh MKMK adalah sanksi
etik, termasuk pemberhentian tidak dengan hormat sebagai hakim MK. Oleh sebab
itu akil harus segera diberhentikan tidak dengan hormat, maka posisi Akil harus
segera diganti oleh hakim lain dan kekosongan ini harus dilakukan melalui
pemberhentian secepatnya bagi Akil melalui MKMK.
Melihat perkembangan
proses hukum pada Akil yang ternyata terlibat dalam sangkaan banyak kasus
seperti korupsi, penyuapan, tindak pidana pencucian uang, dan (teranyar) dugaan
kejahatan narkoba memang Akil ini harus diberhentikan tidak dengan hormat lebih
dulu sesuai dengan kewenangan majelis kehormatan yang diberikan peraturan
perundang- undangan. Kita tidak boleh menunggu selesai proses hukum yang pasti
akan lama. Kita tak ingin telanjur ada keppres pemberhentian dengan hormat,
padahal hukuman yang layak, di luar kasus pidananya, adalah “pemberhentian
tidak dengan hormat”.
Sumber :