Minggu, 13 Maret 2011

PENGANGGURAN

Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah social lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan poloitik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu Negara Di negara-negara berkembang seperti Indonesia , dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.
Jenis & macam pengangguran
Pengangguran Friksional / Frictional Unemployment
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerna penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
Pengangguran Musiman / Seasonal Unemployment
Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, tukan jualan duren yang menanti musim durian.
Pengangguran Siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.
Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah masalah social lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen.
Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik , keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu Negara
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang dan usaha pemerintah yg saya ketahui salah satunya di kutip dari suatu blog yaitu seperti di jelaskan di bawah ini .
Program Nasional 3 in 1 Mengatasi Pengangguran
Sampai akhir 2005 lalu jumlah pengangguran terbuka di Indonesia diperkirakan lebih dari 11 juta orang. Peningkatan jumlah pengangguran disebabkan karena akumulasi dari pertambahan angkatan kerja baru yang tidak terserap lapangan kerja dan terjadinya pemutusan hubungan kerja oleh unit usaha yang bangkrut, relokasi san yang melakukan efisiensi. Seiring dengan pertambahan angkatan kerja baru 1,9 juta orang setiap tahun, jumlah pengangguran juga diperkirakan akan naik 9,5 persen setiap tahunnya.
Untuk mengatasinya pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,6 persen per tahun. Dengan asumsi setiap satu persen pertumbuhan ekonomi akan menciptakan 300 ribu lapangan kerja baru, maka upaya pemerintah ini kalau berjalan dengan baik maksimum hanya dapat mengurangi 50 persen dari jumlah pengangguran pada tahun 2009 nanti.
Ini berarti masih akan tetap ada lebih dari 7 juta orang yang menganggur, padahal untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi 6,6 persen pun bukanlah sesuatu yang mudah karena membutuhkan investasi besar. Sampai saat ini Indonesia masih mengalami kesulitan dalam menarik investor khususnya investor asing.
Di lain pihak, tanpa adanya pemecahan yang bersifat terobosan, masalah pengangguran tidak saja akan memperburuk kondisi kesejahteraan masyarakat, tetapi juga dapat mengganggu kondisi ekonomi social dan politik. Oleh karena itu, untuk pemecahan masalah ini diperlukan langkah terobosan, diantaranya melalui implementasi strategi "3 in 1".
Dengan mengolah data BPS tahun 2005 dpat diketahui bahwa profil penganggur dilihat dari aspek usia, pendidikan, kelamin dan wilayah. Pertama, dilihat dari aspek usia, sekitar 74 persen penganggur berada dalam kelompok usia produktif yakni 15 sampai 29 tahun. Kedua, dilihat dari aspek pendidikan, tingkat pendidikan mereka sekitar 32 persen SD dan dibawah SD, 25 persen berpendidikan SLTP, 36 persen berpendidikan SLTA dan 7 persen berpendidikan Perguruan Tinggi. Ketiga, dilihat dari aspek jenis kelamin, jumlahnya berimbang yaitu 51 persen laki-laki dan 49 persen perempuan. Sedangkan keempat, dilihat dari aspek wilayah sebagian besar mereka berada di perkotaan (54 persen) dan 71 persen di propinsi-propinsi di Jawa, terutama Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Untuk di luar Jawa, jumlah penganggur tertinggi berada di Sumatera Utara, Riau, Sumatera barat, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan.
Potensi penganggur dapat didasarkan atas tingkat pendidikannya. Untuk kelompok pendidikan rendah yang jumlahnya 32 persen dapat diarahkan pada bidang profesi sebagai tenaga kerja kasar. Mereka dapat dipekerjakan dalam bidang infrastruktur dan perkebunan. Seperti diketahui, untuk lima tahun ke depan pemerintah mempunyai program pembangunan jaringan irigasi di daerah penghasil beras di Jawa, Sumatera dan Sulawesi.
Pada saat ini diperkirakan sekitar 30 persen jaringan irigasi di daerah tersebut dalam kondisi rusak berat. Demikian juga untuk tenaga kerja di perkebunana, mereka sangat dibutuhkan untuk pengembangan perkebunan sawit di Sumatera dan Kalimantan, perkebunan coklat di Sulawesi dan tanaman jarak dalam rangka pengembanagn biodiesel sebagai alternative sumber energi di NTB dan NTT.
Untuk kelompok pendidikan menengah yang jumlahnya 61 persen diarahkan pada bidang profesi sebagai pekerja operator/teknisi. Mereka dapat dipekerjakan dalam bidang produksi dan jasa, baik untuk pasar kerja dalam negeri maupun luar negeri. Sedangkan untuk kelompok pendidikan tinggi yang jumlahnya 7 persen dapat diarahkan pada bidang profesi sebagai tenaga mandiri dan tenaga professional. Dengan bekal pendidikan yang relative tinggi, sebagian mereka memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai wirausahawan.
Strategi 3 in 1 adalah strategi pengembangan SDM yang didasarkan pada pendekatan terpadu atas tiga aspek yang meliputi pelatihan, sertifikasi kompetensi dan penempatan. Strategi ini diperlukan untuk menjamin kualitas SDM atau tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan pengguna (industri). Di dalam strategi ini diterapkan dua prinsip penting, yaitu prinsip demand driven dan prinsip competency based training. Berbeda dengan prinsip supply driven yang menjadi cirri penyiapan SDM kita selama ini, prinsip demand driven didasarkan atas kebutuhan nyata dari industri/dunia usaha sebagai pengguna dari tenaga kerja.
Perwujudan dari prinsip demand driven adalah penerapan dari prinsip kedua, yakni competency based training atau CBT. Di dalam CBT terdapat tiga komponen yang saling terkait, yaitu adanya standard kompetensi dan adanya uji kompetensi (sertifikasi kompetensi) untuk menjamin kualitas kelulusan. Implementasi dari kedua prinsip di atas di dalam strategi 3 in 1 adalah sebagai berikut:
Pelatihan
Agar kegiatan pelatihan berjalan efektif diperlukan penerapan pola pelatihan yang didasarkan atas kebutuhan para pengguna yang dicerminkan dengan standard kompetensi dari bidang pekerjaan atau industri. Berdasarkan standard kompetensi, lembaga pelatihan mengembangkan kurikulum pelatihannya yang berbasis kompetensi. Standard kompetensi dikembangkan oleh dunia industri melalui asosiasi industri. Sedangkan kurikulum diklat dikembangkan oleh penyelenggara pelatihan melalui asosiasi lembaga kursus/pelatihan. Untuk pengembangan standr kompetensi kerja dapat melibatkan asosiasi industri.
Saat ini ada dua asosiai yang mewadahi lembaga pelatihan, yaitu HIPKI yang mewadahi penyelenggara kursus dan HILLSI yang mewadahi lembaga pelatihan. HIPKI atau Himpunan Penyelenggara Kursus Indonesia memiliki sekitar 23 lembaga kursus di seluruh Indonesia. Mereka memberikan pelayanan pelatihan kepada masyarakat berupa kegiatan kursus-kursus ketrampilan yang secara keseluruhan berjumlah 133 jenis kursus. Selain itu, pemerintah juga memiliki lembaga-lembaga pelatihan yang dikelola oleh instansi teknis terkait seperti Depnakertrans mengelola Balai Latihan Kerja (BLK) yang jumlahnya sekitar 140 buah tersebar di berbagai propinsi di Indonesia.
Sertifikasi Kompetensi
Untuk menjamin kelulusan program diklat dilakukan uji kompetensi atau sertifikasi kompetensi. Berbeda dengan paradigma lama, di dalam strategi 3 in 1 ini penjaminan kualitas tenaga kerja tidak saja dilakukan pada tahap pelatihan melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi, tetapi juga pada tahap kelulusan melalui penerapan uji kompetensi.
Mereka yang lulus dengan Undang-undang nomor 13/2003 tentang ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah nomor 23/2004 tentang Badan nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), sertifikasi kompetensi dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang terlisensi dari bidang terkait. BNSP sebagai badan yang memiliki otoritas pelaksana sertifikasi kompetensi memberikan lisensi kepada LSP untuk melakukan sertifikasi kompetensi pada bidang terkait.
Pada saat ini terdapat 10 LSP yang sudah mendapat lisensi BNSP, diantaranya adalah LSP otomotif, LSP logam mulia, LSP garmen, LSP pariwisata, LSP bank, LSP telapi dan LSP telematika. Selain itu masih terdapat belasan calon LSP yang dalam proses untuk dilisensi oleh BNSP.
Penempatan
Pada bidang penempatan, ada empat sasaran yang akan dibahas, yakni penempatan sebagai tenaga pendamping UKM, pemagangan di industri, penempatan luar negeri dan penciptaan lapangan kerja baru.
Untuk penempatan sebagai tenaga pendamping UKM, para calon operator/teknisi yang telah lulus pelatihan uji kompetensi pada bidang keuangan, pemasaran dan manajeman dapat ditempatkan sebagai tenaga pendamping pada unit-unit usaha UKM. Mereka mempunyai fungsi sebagai penata dan sekaligus penggerak dari UKM tersebut. Penempatan mereka dapat didasarkan pada kontrak kerja selama setahun, mereka juga mendapat honor tiap bulan yang dapat dibiayai dari anggaran pemerintah (APBN atau BUMN). Perpanjangan kontrak didasarkan atas kebutuhan UKM. Pihak UKM juga dapat merekrut mereka sebagai tenaga permanent dengan biaya UKM sendiri.
Adapun pada pemagangan di industri, mereka memiliki fungsi sebagai tenaga kerja nonpermanen dengan kontrak magang selama setahun. Mereka mendpat honor tiap bulan dari perusahaan yang mereka tempati. Perpanjangan kontrak didasarkan atas kebutuhan perusahaan, dan pihak perusahaan dapat merekrut mereka sebagai tenaga permanent.
Pada penempatan luar negeri, saat ini TKI informal seperti penata rumah tangga permintaannya masih sangat tinggi, terutama untuk pasar timur tengah. Tetapi potensi dan prospek pengiriman TKI teknis industri dan perawat juga sangat baik. Permintaan tenaga teknis untuk Korea Selatan dan Taiwan semakin meningkat. Demikian pula prospek permintaan tenaga perawat untuk Eropa, Amerika dan Australia yang sudah mulai menunjukkan titik cerah.
Mengenai penciptaan lapangan kerja baru bisa dilakukan melalui pengembangan usaha mandiri dan pengembangan peluang usaha outsourcing. Pengembangan usaha mandiri difokuskan pada pencari kerja dengan latar belakang pendidikan tinggi. Sedangkan usaha outsourcing dilakukan dengan mengambil jenis-jenis pekerjaan yang tidak lagi ekonomis jika dikerjakan di negara-negara maju. Jenis pekerjaan tersebut antara lain jasa call center, fungsi support perbankan dan asuransi serta bidang-bidang lain.
Sumber: Majalah Human Capital No. 03 | Tahun 2004 & WIKIPEDIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar